MALANG – Jurusan Teknologi Informasi (JTI) Politeknik Negeri Malang (Polinema) sedang menyusun persiapan adanya program studi (prodi) baru yaitu D-IV Sistem Informasi Bisnis (SIB). Prodi baru ini dirancang dengan matang dan konsisten agar bisa melahirkan lulusan sesuai dengan target yang diinginkan. Untuk mendukung hal tersebut, diadakan Workshop Perancangan Sistem Tugas Akhir, Magang, dan Wirausaha D-IV SIB yang mengundang Ardiansyah Rachmat Akbar sebagai narasumber dan dihadiri oleh 30 dosen JTI. Acara ini bertujuan untuk membuka wawasan lebih luas lagi tentang apa itu ekonomi kreatif yang nantinya bisa dijadikan salah satu acuan sistem tugas akhir, magang, dan wirausaha di prodi baru ini. Kegiatan ini diadakan pada tanggal 24 November 2021 di Gedung Teknik Sipil – Teknologi Informasi Polinema.

Disampaikan bahwa saat ini ekonomi kreatif sedang dipandang di mata dunia. Ada empat hal yang menjadi dasar dari ekonomi kreatif, yaitu Creative Capital atau Modal Kreatif dimana isi dari hal tersebut yaitu regulasi, SDM, Creative Space, dan Budaya. Dimulai dari regulasi yaitu sudah ada undang-undang yang mengatur terkait ekonomi kreatif bahkan di kondisi pandemi ini. Kota Malang sendiri pada tahun 2019 ditetapkan sebagai kota kreatif dengan ekosistem EKRAF terbaik Nasional oleh BEKRAF. Selain itu, Kota Malang juga ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Kreatif dalam rencana strategis KEMENPAREKRAF 2020-2024. Dasar ekonomi kreatif yang kedua yaitu Sumber Daya Manusia (SDM). Hasil keluaran SDM pasti tergantung dengan treatment apa yang sudah dilaluinya. SDM Kota Malang kualitasnya sudah diakui secara internasional dan juga pelaku industrinya bisa melakukan adaptasi dari masa peralihan sebelum dan sesudah pandemi dengan mudah.

Saat ini, pihak swasta maupun pemerintah menjadikan pengembangan Destinasi, Desa Wisata, dan Creative Space sebagai fokus penggerak ekonomi nasional dengan pendekatan berbagai konsep. Di Kota Malang saja, ada banyak potensi ruang yang bisa dikembangkan menjadi Creative Space, seperti Coworking Space, Perguruan Tinggi, Kampung Tematik, Simpul Komunitas, Sentra Industri, Sentra UKM, Area Publik (taman kota), dan juga cagar budaya (preservasi). Tak lupa budaya juga jadi salah satu bagian dari Creative Capital karena Indonesia memiliki budaya yang bisa jadi competitive advantage dengan negara lain dan pastinya bisa dikembangkan ke bidang ekonomi kreatif.

Setelah penjelasan tentang Creative Capital, dijelaskan pula tentang Creative Challenge atau tantangan yang ada, Creative Pattern atau Pola pengembangan industri kreatif berbasis kolaborasi komunitas, isu penting yang sedang dihadapi saat ini, transformasi digital, dan kolaborasi akademisi. Dosen JTI sebagai peserta sangat antusias dalam workshop ini. Hal ini terlihat dari diskusi dan tanya jawab aktif setelah narasumber memberikan penjelasan.

(MIR/ROW)